Notification

×

Idul Adha dalam Bingkai Budaya Orang Kedang (Edang)

Selasa, 18 Juni 2024 | Juni 18, 2024 WIB

syamsul_taib_budaya_lembata_matalinenews
Foto: Syamsul Thaib (Penulis)

KOTA KUPANG
- Perayaan hari Besar Islam (idul adha) Merupakan tradisi yang membudaya di kalangan umat Islam, tidak hanya di Indonesia dan dia asia bahkan di seluruh dunia. bentuk perayaan Hari Besar Islam selalu diekspresikan dengan berbagai ragam acara. 


Dalam pendekatan Bahasa Idul Adha berasal dari (bahasa Arab: عيد الأضحى) yang dapat diartikan sebuah hari raya dalam agama Islam. Dimana pada hari ini umat muslim memperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya Isma'il sebagai wujud kepatuhan (cinta) terhadap Allah. Sebelum Ibrahim mengorbankan putranya, Allah menggantikan Ismail dengan domba. Untuk memperingati kejadian ini, hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun (Wikipedia).


Pada perayaan idul adha sendiri tidak terlepas dari berbagai acara yang menjadi tradisi dan budaya yang menjamur di berbagai wilayah. Secara umum perayaan idul adha di Indonesia selalu di warnai dengan beragam tradisi perayaan, mulai dari kegiatan perlombaan Qasidah rebana, Pawai obor dan konvoi kendaraan menjelang lebaran maupun tradisi mudik lebaran. 


Di Nusa Tenggara Timur (NTT), perayaan Idul adha dan hari besar Islam lainya cukup mendapat perhatian dari masyarakat, dimana disetiap perayaan hari besar keagamaan selalu dibalut dengan keharmonisan antar umat beragama. Hal ini terlihat jelas ketika Umat muslim menjalankan ibadah Lebaran (idul adha) selalu mendapat sambutan hangat dari saudara non Islam seperti mengatur lalulintas dan parkiran kendaran di halaman masjid maupun lapangan (tempat shalat). 


Tidak hanya itu, kehangatan ini turut disambut hangat oleh umat muslim dengan mengajak saudara non muslim untuk menikmati daging kurban dan menikmati ketupat lebaran dengan penuh kegembiraan. Tradisi ini menjadi gambaran umum betapa kuatnya ikatan persaudaraan masyarakat yang ada di NTT dalam merawat keharmonisan dan kebersamaan. 


Sejatinya kita melihat Pancasila yang tengah tumbuh di tanah timur Indonesia. Nilai-Nilai pluralistik ini tentunya tidak sekedar datang dari ruang hampa, tapi berangkat dari budaya dan tradisi ketimuran yang kuat dengan adat istiadatnya yang khas. 


Dalam pendekatan budaya, ditemukan adanya hubungan kekeluargaan yang mengakar pada warisan kearifan lokal yang tubuh sangat kuat dengan nilai dan tradisi gotong royong atau dalam bahas Kedang disebut dengan "pohing Ling holo wali ".


Dalam tradisi pohing Ling holo wali merupakan bentuk ekspresi kebudayaan yang masih terjaga dengan baik di tengah masyarakat kedang yang syarat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat khas dan inklusif. 


Sampai di sini agama tidak sekedar dipandang sebagai suatu dogma atau doktrin spiritual melainkan suatu cara pandang agar tetap hidup bersama dalam perbedaan.


 "Jika kita bukan saudara dalam seagama maka kita adalah saudara dalam berbangsa dan bernegara"  


Nilai-nilai ini sangat penting untuk terus dijaga dan dilestarikan sebagai upaya untuk terus menjaga kebhinekaan indonesia agar tidak tercerabut dari identitasnya sebagai bangsa yang luhur dan beradab dan tidak terjerumus dalam jebakan ideologi dunia yang jauh dengan watak asli manusia Nusantara yang adil makmur dan berkemajuan.


Disamping menjadikan hari besar Islam (idul Adha) sebagai ikhtiar merekat perbedaan dan memperkuat persatuan Indonesia. Tidak kalah penting, jika kekuatan ini tidak sekedar dijadikan tradisi dan ritual keagamaan semata, melainkan menjadikan Indonesia yang berdaulat dengan kebudayaannya. 


Kebudayaan sejatinya harus menjadi basis nilai yang mengerakkan arah pembangunan Indonesia. Baik dari segi kedaulatan pangan, lingkungan, maupun dalam rangka menyikapi segala problem yang menjadi permasalahan dunia yang mulai krisis dan kritis. Ini penting untuk menjamin keberlangsungan kehidupan umat manusia di masa yang akan datang. 


Penulis: Syamsul Thaib  (Fasilitator pandu Budaya)